(Vibiznews – Economy) – Hari Rabu kemarin BI telah merilis daftar 10 bank terbesar di Indonesia. Sepuluh bank terbesar ini disusun berdasarkan jumlah aset yang dimiliki. Terpantau bahwa Bank Mandiri masih menjadi bank dengan total aset terbesar di Indonesia. Adapun ke 10 bank terbesar nilai asetnya di Indonesia per bulan Desember 2009 lalu adalah: (Nilai aset dihitung dalam triliun rupiah)(11/03)
1. PT Bank Mandiri Tbk – 328.01
2. PT BRI Tbk – 250.54
3. PT BCA Tbk – 247.61
4. PT BNI Tbk – 198.92
5. PTBank Danamon Tbk – 102.98
6. PT Bank CIMB Niaga Tbk – 74.48
7. PT Pan Indonesia Bank Tbk – 68.14
8. Citibank NA – 55.49
9. PT Bank Permata Tbk – 54.37
10. PT BII Tbk – 53.09
Peta Kepemilikan Perbankan Indonesia Masih Bias ke Asing
Dilihat dari 10 bank dengan jumlah aset terbesar di Indonesia tersebut ternyata porsi kepemilikan asing dalam perbankan Indonesia tampak cukup besar. Tercatat pada tahun 1999, porsi kepemilikan asing di perbankan nasional hanyalah sebesar 11.6%. Kemudian pada akhir tahun 2007, porsi kepemilikan asing melejit hingga 44.6%. Apalagi, setelah HSBC melakukan akuisisi terhadap 88.89% saham Bank Ekonomi senilai $607.5 triliun, kini porsi kepemilikan asing mencapai nyaris separuh industri perbankan nasional, atau tepatnya 47.02%.
Bank Central Asia (BCA), misalnya, 51% sahamnya dikuasai oleh Farindo Investment, yakni sebuah perusahaan yang 90% kepemilikannya dimiliki oleh konsorsium asing, yakni Farallon Capital asal Mauritius. Penjualan BCA ini sempat heboh, karena transaksi ini dipercaya merugikan negara. Selain itu, sejumlah bank-bank terbesar lainnya di Indonesia juga dikuasai asing. Dari kesepuluh bank terbesar di atas tercatat bahwa Bank OCBC NISP memiliki porsi kepemilikan asing paling besar, yaitu mencapai 72%, yang dimiliki oleh OCBC. Danamon menyusul dengan kepemilikan sebesar 68.8% oleh Temasek Holding. Sementara itu CIMB Niaga memiliki porsi kepemilikan oleh CIMB Group sebesar 60.38%. Bank Panin dimiliki oleh ANZ Bank sebesar 38%. Permata sebesar 44.6% sahamnya dimiliki oleh Standard Chartered, dan BII tercatat dimiliki oleh Maybank sebesar 55.85%.
Selain bank- bank tersebut, juga masih ada bank-bank kecil yang dijual ke asing, seperti Bank Halim, Bank Nusantara, Bank Haga, Bank Hagakita, Bank Swadeshi, Bank Indomonex, Bank Swaguna, dan Bank ANK yang sebagian besar kini sudah menjadi milik investor asing mulai dari Cina, Jepang, Australia, Belanda, hingga India. Maraknya pencaplokan bank nasional oleh asing antara lain disebabkan peraturan Arsitektur Perbankan Indonesia (API) yang mewajibkan bank untuk memenuhi jumlah aset minimum sebesar Rp 80 miliar pada tahun 2007, kemudian Rp 100 miliar pada tahun 2010.
Isu Penerapan API Picu Maraknya Kepemilikan Asing di Perbankan Indonesia
Sekitar dua tahun lalu, marak terdengar isu API (arsitektur Perbankan Indonesia) yang diluncurkan BI. API yang rencananya akan dicanangkan pada tahun 2010, menyebabkan banyak bank berlomba mengumpulkan aset sebanyak mungkin. Melalui API, BI mencoba mengatur struktur bank di Indonesia (jumlah bank). Direncanakan bank-bank akan diklasifikasikan menurut jumlah asetnya, dengan ketentuan sebagai berikut:
1. Bank internasional dengan kapasitas dan kemampuan untuk beroperasi di wilayah internasional serta memiliki aset di atas Rp50 triliun; –>2 s/d 3 bank saja
2. Bank nasional yang memiliki cakupan usaha yang sangat luas dan beroperasi secara nasional serta memiliki aset antara Rp10 triliun s/d Rp50 triliun; –>3 s/d 5 bank
3. Bank fokus yang kegiatan usahanya terfokus pada segmen usaha tertentu sesuai dengan kapabilitas dan kompetensi masing-masing bank. Bank-bank tersebut memiliki aset antara Rp100 miliar sampai dengan Rp10 triliun; –>30 s/d 50 bank
4. Bank Perkreditan Rakyat (BPR) dan bank dengan kegiatan usaha terbatas yang memiliki aset di bawah Rp100 miliar.–> unlimited
Kebijakan API inilah yang membuat bank-bank besar di Indonesia (bank-bank nasional), terutama yang berurusan dengan usaha pemilik modal besar menjadi sedikit kerepotan. Dengan pembatasan jumlah bank nasional hanya sejumlah 3 s/d 5 bank, membuat bank bank besar nasional Indonesia berlomba-lomba mengumpulkan aset sebanyak-banyaknya. Karena menurut kebijakan API, Bank-bank nasional tersebut jika tidak bisa mencapai asset 10 s/d 50 Triliun, harus rela dicaplok oleh bank lain yang lebih besar kepemilikan asetnya. Sehingga muncul fenomena baru yang terjadi belakangan ini, yaitu munculnya bank-bank jangkar (anchor bank) yang siap mencaplok bank-bank kecil dalam usaha pemenuhan asetnya. Tidak heran juga kalau belakangan ini, banyak bank-bank yang menggaet investor asing (bank asing) untuk memenuhi kecukupan persyaratan asetnya.
1. PT Bank Mandiri Tbk – 328.01
2. PT BRI Tbk – 250.54
3. PT BCA Tbk – 247.61
4. PT BNI Tbk – 198.92
5. PT
6. PT Bank CIMB Niaga Tbk – 74.48
7. PT Pan Indonesia Bank Tbk – 68.14
8. Citibank NA – 55.49
9. PT Bank Permata Tbk – 54.37
10. PT BII Tbk – 53.09
Peta Kepemilikan Perbankan Indonesia Masih Bias ke Asing
Dilihat dari 10 bank dengan jumlah aset terbesar di Indonesia tersebut ternyata porsi kepemilikan asing dalam perbankan Indonesia tampak cukup besar. Tercatat pada tahun 1999, porsi kepemilikan asing di perbankan nasional hanyalah sebesar 11.6%. Kemudian pada akhir tahun 2007, porsi kepemilikan asing melejit hingga 44.6%. Apalagi, setelah HSBC melakukan akuisisi terhadap 88.89% saham Bank Ekonomi senilai $607.5 triliun, kini porsi kepemilikan asing mencapai nyaris separuh industri perbankan nasional, atau tepatnya 47.02%.
Selain bank- bank tersebut, juga masih ada bank-bank kecil yang dijual ke asing, seperti Bank Halim, Bank Nusantara, Bank Haga, Bank Hagakita, Bank Swadeshi, Bank Indomonex, Bank Swaguna, dan Bank ANK yang sebagian besar kini sudah menjadi milik investor asing mulai dari Cina, Jepang, Australia, Belanda, hingga India. Maraknya pencaplokan bank nasional oleh asing antara lain disebabkan peraturan Arsitektur Perbankan Indonesia (API) yang mewajibkan bank untuk memenuhi jumlah aset minimum sebesar Rp 80 miliar pada tahun 2007, kemudian Rp 100 miliar pada tahun 2010.
Isu Penerapan API Picu Maraknya Kepemilikan Asing di Perbankan Indonesia
Sekitar dua tahun lalu, marak terdengar isu API (arsitektur Perbankan Indonesia) yang diluncurkan BI. API yang rencananya akan dicanangkan pada tahun 2010, menyebabkan banyak bank berlomba mengumpulkan aset sebanyak mungkin. Melalui API, BI mencoba mengatur struktur bank di Indonesia (jumlah bank). Direncanakan bank-bank akan diklasifikasikan menurut jumlah asetnya, dengan ketentuan sebagai berikut:
1. Bank internasional dengan kapasitas dan kemampuan untuk beroperasi di wilayah internasional serta memiliki aset di atas Rp50 triliun; –>2 s/d 3 bank saja
2. Bank nasional yang memiliki cakupan usaha yang sangat luas dan beroperasi secara nasional serta memiliki aset antara Rp10 triliun s/d Rp50 triliun; –>3 s/d 5 bank
3. Bank fokus yang kegiatan usahanya terfokus pada segmen usaha tertentu sesuai dengan kapabilitas dan kompetensi masing-masing bank. Bank-bank tersebut memiliki aset antara Rp100 miliar sampai dengan Rp10 triliun; –>30 s/d 50 bank
4. Bank Perkreditan Rakyat (BPR) dan bank dengan kegiatan usaha terbatas yang memiliki aset di bawah Rp100 miliar.–> unlimited
Kebijakan API inilah yang membuat bank-bank besar di Indonesia (bank-bank nasional), terutama yang berurusan dengan usaha pemilik modal besar menjadi sedikit kerepotan. Dengan pembatasan jumlah bank nasional hanya sejumlah 3 s/d 5 bank, membuat bank bank besar nasional Indonesia berlomba-lomba mengumpulkan aset sebanyak-banyaknya. Karena menurut kebijakan API, Bank-bank nasional tersebut jika tidak bisa mencapai asset 10 s/d 50 Triliun, harus rela dicaplok oleh bank lain yang lebih besar kepemilikan asetnya. Sehingga muncul fenomena baru yang terjadi belakangan ini, yaitu munculnya bank-bank jangkar (anchor bank) yang siap mencaplok bank-bank kecil dalam usaha pemenuhan asetnya. Tidak heran juga kalau belakangan ini, banyak bank-bank yang menggaet investor asing (bank asing) untuk memenuhi kecukupan persyaratan asetnya.
sumber: vibiznews.com
0 komentar: on "Peta Perbankan Indonesia Berkenaan Penerapan API"
Posting Komentar